Berita Terkini, Lainnya, Uncategorized @id

Penanganan Limbah Laboratorium

Berbagai kegiatan yang dilakukan di laboratorium, seperti penelitian, uji kualitas, dan analisis sampel dapat menghasilkan berbagai macam limbah, baik limbah kimia, biologis, radioaktif, bahkan campuran dari berbagai jenis limbah tersebut. Tanpa penanganan yang tepat, limbah ini dapat membahayakan pekerja laboratorium, masyarakat sekitar, dan dapat menyebabkan pencemaran lingkungan. Namun, belum ada peraturan di Indonesia yang  secara khusus membahas mengenai pengolahan limbah laboratorium. Saat ini, penanganan limbah laboratorium mengacu pada peraturan penanganan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), seperti Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2021 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2013 tentang Simbol Bahan Berbahaya dan Beracun, dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2019 tentang Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.

Wadah penyimpanan limbah benda tajam (Sumber: https://www.fda.gov/)

Langkah pertama yang perlu dilakukan dalam penanganan limbah laboratorium adalah melakukan pemisahan limbah berdasarkan sifat dari masing-masing limbah. Limbah ditempatkan pada wadah dengan warna yang berbeda berdasarkan jenis limbah. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2019, wadah berwarna merah untuk limbah radioaktif, wadah berwarna kuning untuk limbah infeksius dan patologis, wadah berwarna ungu untuk limbah sitotoksik, dan wadah berwarna cokelat untuk limbah bahan kimia kedaluwarsa, tumpahan bahan kimia, sisa kemasan bahan kimia, dan limbah obat-obatan. Selain warna wadah, bentuk dan material wadah limbah laboratorium juga perlu disesuaikan dengan sifat limbah.  Misalnya limbah berbentuk cair perlu ditempatkan pada wadah yang tertutup rapat dan bebas bocor dan limbah benda tajam perlu ditempatkan pada wadah yang tahan air dan berbahan tebal untuk menghindari benda tajam menembus dinding wadah. Perlu diperhatikan juga bahwa jika wadah penyimpanan limbah benda tajam tidak boleh terlalu penuh. Jika limbah sudah memenuhi 75% wadah, wadah harus segera ditutup. Hal ini berlaku untuk jenis limbah yang lain. Limbah hanya boleh memenuhi ¾ dari wadah penyimpanan.

Setelah melakukan pemisahan limbah berdasarkan jenisnya, setiap wadah harus diberi label yang berisi keterangan mengenai jenis, tanggal pengemasan, dan sifat limbah. Pemberian label wadah limbah B3 diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2013 tentang Simbol Bahan Berbahaya dan Beracun.

Label limbah B3 (Sumber: https://www.universaleco.id/ dan https://www.its.ac.id/)

Limbah yang sudah terpisah kemudian akan melalui proses pengolahan. Beberapa jenis limbah perlu melalui proses dekontaminasi sebelum dilepaskan ke lingkungan. Proses dekontaminasi limbah laboratorium dapat dilakukan di laboratorium (on-site) atau dilakukan pada fasilitas pengolahan limbah lain (off-site). Proses dekontaminasi limbah cair secara langsung di laboratorium dapat dilakukan dengan cara membuang limbah secara langsung ke saluran air laboratorium (hanya dapat dilakukan untuk spesimen yang tidak berbahaya), disinfeksi kimia, dan autoklaf. Proses disinfeksi limbah cair dengan bahan kimia umumnya menggunakan sodium hipoklorit atau fenol. Sebelum melakukan disinfeksi kimia, hal terpenting yang harus diperhatikan adalah bahan kimia yang terkandung dalam limbah cair. 

Hal ini perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya efek berbahaya akibat terjadinya pencampuran bahan kimia, misalnya campuran formaldehid dan sodium hipoklorit dapat menghasilkan gas berbahaya berupa hidroklorik, klorin, dan asam formik. Selain itu, campuran etanol dan sodium hipoklorit juga dapat menghasilkan kloroform. Tidak hanya disinfeksi kimia, sterilisasi limbah cair juga dapat dilakukan dengan metode autoklaf. Kelebihan dari metode ini adalah bebas dari disinfektan kimia dan produk sampingannya sehingga tidak mencemari lingkungan. Selama proses autoklaf, wadah penyimpanan limbah cair dibiarkan terbuka sehingga seluruh bagian limbah cair terpapar oleh uap autoklaf. 

Proses autoklaf limbah (Sumber: https://medsharps.com/)

Untuk dekontaminasi limbah padat, metode yang paling umum digunakan adalah autoklaf dan insinerasi. Disinfeksi menggunakan bahan kimia untuk limbah padat dinilai kurang efektif. Hal ini disebabkan karena sulitnya memastikan seluruh permukaan limbah padat terkena disinfektan kimia. Dekontaminasi limbah padat menggunakan metode autoklaf bermanfaat untuk menghilangkan agen biologis yang terdapat pada limbah padat. Suhu yang digunakan dalam proses autoklaf yaitu sebesar 121°C. Seluruh bagian limbah padat harus terkena uap dari proses autoklaf, sehingga limbah padat harus ditempatkan dalam wadah yang memungkinkan penetrasi uap yang baik. Umumnya, dekontaminasi menggunakan autoklaf digunakan untuk bahan-bahan yang terkontaminasi mikroorganisme, termasuk cairan tubuh dan darah.

Metode lain yang dapat digunakan untuk mendekontaminasi limbah padat adalah insinerasi. Insinerasi bermanfaat untuk menghilangkan agen biologis yang terdapat pada limbah padat, termasuk prion dan spora. Tidak semua jenis limbah padat dapat melalui proses insinerasi, sehingga perlu material limbah padat perlu dipastikan sebelum melakukan proses insinerasi. Limbah plastik dapat menyebabkan panas yang berlebih di dalam insinerator jika jumlahnya melebihi batas. Kaca soda-lime juga merupakan salah satu material yang sebaiknya tidak melalui proses insinerasi karena material ini meleleh pada suhu 550°C dan dapat menimbulkan lapisan pada bagian dalam insinerator yang dapat menurunkan usia pakainya. Limbah benda tajam dapat didekontaminasi menggunakan metode autoklaf kemudian dibakar menggunakan insinerator. Limbah bangkai hewan juga dapat diolah dengan cara yang sama, yaitu melalui proses autoklaf kemudian dibakar menggunakan insinerator. Sebelum diolah dan dibuang, limbah bangkai hewan dapat dibekukan untuk mencegah terjadinya pembusukan.

Selain secara on-site, limbah laboratorium juga dapat dikirimkan kepada fasilitas pengolahan limbah untuk diolah secara off-site. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengolahan limbah laboratorium secara off-site adalah keamanan wadah untuk mencegah kebocoran limbah selama perjalanan, label yang berisi data mengenai limbah, serta pengiriman limbah ke lokasi pengolahan limbah. 

About the author

Related Posts

Leave a Reply

Leave a Reply

Your email address will not be published.